Kamis, 07 Agustus 2008

Gerakan Nasional Hemat Energi

by : Anas Urbaningrum
Dikutip dari Kolom Sudut Pandang, Harian Jurnal Nasional, Jakarta Jum'at, 02 Mei 2008.

Presiden SBY mengajak kita hemat energi. Seruan yang penting dan kontekstual. Bukan saja lantaran bangsa kita tergolong boros dalam menggunakan energi, tetapi juga karena faktor kenaikan harga minyak bumi yang melangit. Ketahanan energi kita benar-benar tengah diuji. Sebagai bangsa, kita tengah menghadapi situasi amat sulit, yang belum pernah ada preseden sebelumnya.
Sebagai bangsa yang boros energi, seruan Presiden tentu tidak mungkin mengubah keadaan seketika. Mengubah tradisi boros menjadi hemat, jelas butuh waktu. Sama halnya mengubah tradisi minyak tanah menjadi elpiji. Maknanya, bukan pekerjaan yang gampang dan langsung berhasil.
Bagaimana memulainya secara efektif? Tentu saja butuh kampanye nasional untuk membangunkan kesadaran publik. Cukupkah dengan kampanye? Tentu tidak memadai. Dalam konstruksi budaya semi-paternalistik, dihajatkan contoh nyata dari atas. Dari atas dimaknai sebagai contoh dari para pemimpin dan aparat pemerintah. Tidaklah mungkin kita berharap dimulai dari kesadaran rakyat banyak. Lazimnya, rakyat menunggu contoh sebagai turbin penggerak awal.
Karena itu, sangat baik jika pemerintah dan pemerintah daerah mulai dengan contoh-contoh sederhana yang bisa dilakukan. Misalnya: gerakan AC 24 derajat, gerakan matikan lampu tepat waktu, efisiensi kendaraan dinas, dan sebagainya. Kalau semua kantor Pemerintah mamatok AC 24 derajat saja, berapa penghematan yang bisa dilakukan? Kalau lampu-lampu di kantor-kantor pemerintah dan tempat-tempat umum dimatikan pada waktu yang tepat, berapa yang bisa kita hemat? Kalau perlu, di setiap kantor dan tempat-tempat umum, ada petugas khusus yang tugasnya untuk urusan itu. Toh, stok personalia di jajaran birokrasi sangat cukup.
Angka yang bisa dihemat memang tidak bisa menghadapi amukan harga minyak bumi. Tetapi makna sebagai contoh awal gerakan, jelas sangat berarti. Rakyat akan punya rujukan yang nyata. Rakyat akan punya teladan yang terang. Karena itu, rakyat punya alasan yang kuat untuk ikut dalam irama hemat energi.
Jika tidak dimulai secara nyata dari para pemimpin dan kantor-kantor pemerintah dan pemerintah daerah, seruan yang sangat penting itu akan sukar menjadi gerakan nasional. Seruan akan tetap menjadi seruan. Karena itu, waktunya sekarang para pembantu Presiden untuk menerjemahkannya secera teknis dan mengimplementasikannya. Juga oleh para kepala daerah dan jajaran birokrasi lokal.
Maknanya, tinggal kita laksanakan saja. Jangan sampai SBY menyeru kedua kali, untuk substansi yang sama. Kecuali kita mau bergelar telat mikir dan telat gerak. Mari, bergeraklah sekarang juga! Wallahu a`lam

[Kembali]

Tidak ada komentar: