Kamis, 04 September 2008

Selesaikan Masalah Energi Secara Menyeluruh

Fokus
Diunduh dari Harian Jurnal Nasional, Jakarta | Jum'at, 29 Agt 2008
by : Vien Dimyati

Kenaikan harga elpiji telah menggelisahkan masyarakat. Antara lain menyebabkan harga eceran di konsumen melonjak melebihi ketetapan Pertamina. Di beberapa tempat elpiji menghilang dan menyebabkan antrian.

Pengamat perminyakan dan gas, Kurtubi menilai dampak buruk itu terjadi akibat ketidaktegasan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) yang seharusnya dapat mengontrol harga elpiji dari Pertamina. "Seharusnya, Menteri ESDM Purnomo Yusgiyantoro dapat mengambil alih dan berwenang menentukan," tutur Kurtubi kepada Jurnal Nasional, di Jakarta, (28/8).

Kurtubi menduga, dengan diserahkannya Pertamina sebagai pengontrol kebijakan dan penentu harga tunggal, itu adalah bentuk cuci tangan Menteri ESDM agar tidak disalahkan oleh masyarakat luas ketika harga gas naik. "Bisa jadi, Menteri ESDM cuci tangan. Biar kemudian Pertamina yang disalahkan karena telah menaikkan harga," katanya.

Lebih lanjut dijelaskan, jika tata niaga suatu komoditas dilakukan oleh pelaku tunggal maka seharusnya harga ditetapkan bersama. Bukan oleh pelaku usaha, dalam hal ini Pertamina. "Untuk itu, harus cepat diambil alih," sarannya lagi.

Untuk itu, Kurtubi sekali lagi meminta keterlibatan departemen terkait untuk ikut campur dalam menentukan harga yang tata niaganya dipegang oleh pemain tunggal. "Harus ada keterbukaan mengenai harga pokok dan kejelasan harga jual elpiji oleh Pertamina," tegasnya.

Terlebih, lanjut Kurtubi, menaikkan harga elpiji menjelang puasa dan hari raya adalah keputusan yang tak tepat, karena gas elpiji saat ini merupakan kebutuhan orang banyak. Hal ini juga dapat menggangu industri yang mengandalkan gas elpiji.

Sebelumnya, Pertamina telah menaikkan harga jual elpiji 12 kilogramdinaikkan 9,5% mulai pada Senin (25/8) lalu. Harga jual elpiji kemasan 12 kilogram naik dari Rp 63.000 jadi Rp69.000.Kenaikan direncanakan akan bertahap Rp500 per kilogram setiap bulan hingga mencapai harga keekonomian Rp11.400 per kilogram.

Prof. Dr Widjajono Partiwidagdo, Guru Besar Perminyakan ITB mengatakan kenaikan harga gas elpiji wajar karena harga internasional memang melonjak. Makanya, dia berpendapat Pertamina bisa dimengerti kalau menaikan haega elpiji. Alasannya Pertamina sebagai perusahan tidak bertanggung jawab untuk mennsubsidi orang miskin.


Tapi dia mengakui, soal kenaikan barang yang dibutuhkan orang banyak, seperti elpiji memang harus dipikirkan masak-masak. Dalam menangani masalah ini ada Dewan Energi Nasional, tim khusus yang bisa tangani energi. "Jadi tidak perlu tim khusus lagi karena kita sudah punya dewan yang dapat menangani masalah ini. Kalau dewan energinya tidak beres salahin saja dewannya itu, " katanya. Semua permasalahan energi itu harus diselesaikan secara menyeluruh.
Irfan Fikri/ Vien Dimyanti

[ Kembali ]

Tidak ada komentar: